Tarian Tor-tor khas suku Batak,
Sumatera Utara. Tarian yang gerakannya se-irama dengan iringan musik
(magondangi) yang dimainkan dengan alat-alat musik tradisional seperti gondang,
suling, dan terompet batak.
Tari tor-tor dulunya digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh, dimana roh tersebut dipanggil dan "masuk" ke patung-patung batu (merupakan simbol dari leluhur), lalu patung tersebut tersebut bergerak seperti menari akan tetapi gerakannya kaku. Gerakan tersebut meliputi gerakan kaki (jinjit-jinjit) dan gerakan tangan.
Tari tor-tor dulunya digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh, dimana roh tersebut dipanggil dan "masuk" ke patung-patung batu (merupakan simbol dari leluhur), lalu patung tersebut tersebut bergerak seperti menari akan tetapi gerakannya kaku. Gerakan tersebut meliputi gerakan kaki (jinjit-jinjit) dan gerakan tangan.
Jenis tari tor-tor pun berbeda-beda, ada yang dinamakan tor-tor Pangurason (tari pembersihan). Tari ini biasanya digelar pada saat pesta besar yang mana lebih dahulu dibersihkan tempat dan lokasi pesta sebelum pesta dimulai agar jauh dari mara bahaya dengan menggunakan jeruk purut. Ada juga tor-tor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan). Tari ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja, menurut legenda tari berasal dari 7 putri kayangan yang mandi disebuah telaga di puncak Gunung Pusuk Buhit. Kemudian ada tor-tor Tunggal Panaluan merupakan suatu budaya ritual. Biasanya digelar apabila suatu desa dilanda musibah, maka tanggal ditarikan tari tor-tor, akan ditentukan oleh para dukun untuk mendapat petunjuk solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Sebab tongkat tunggal penaggalan adalah perpaduan kesaktian Debata Natolu yaitu Benua atas, Benua tengah dan Benua bawah
Dalam perkembangannya tarian tor-tor ada dalam berbagai acara adat Batak, maknanya disesuaikan dengan tema acara adat yang sedang dilakukan. Dan untuk lebih memeriahkan tari tor-tor, sebagian penonton memberikan saweran kepada penari tor-tor yang diselipkan di tangan penari tor-tor dan sang pemberi saweran melakukannya sambil menari tor-tor juga.
TARI TOR TOR ( Sumatera Utara )
Dahulu tarian Tortor merupakan tarian
kesurupan dengan diiringi gondang, musik yang dianggap sumber kekuatan
adikodrati yang memungkinkan alam suci menembus upacara masa kini. Roh-roh
dipanggil masuk ke patung batu yang merupakan simbol leluhur masyarakat Batak
di Sumatera Utara, lalu patung tersebut bergerak kaku seperti menari. Di dalam
tradisi, Tortor cukup beragam. Sebut saja Tortor Pangurason yaitu tari
pembersihan yang biasa dipertunjukkan saat berlangsungnya pesta besar.
Tujuannya sekadar membersihkan tempat dan lokasi yang akan dipakai agar jauh
dari petaka. Ada juga Tortor Sipitu Cawan atau Tarian Tujuh Cawan. Biasa
digelar saat melantik raja. Menurut cerita, tarian ini berasal dari kisah
tujuh putri kahyangan yang datang mandi di telaga puncak Gunung Pusuk Buhit dan
datang bersama pisau tujuh sarung. Selanjutnya, Tortor Tunggal Panalian yang
dipadukan dengan kemunculan tongkat tunggal panaluan. Tongkat tersebut masih
dianggap sakral sebab dipercaya memiliki kesaktian setara Debata Natolu, yakni
gabungan banua atas, banua tengah, dan banua bawah. Tortor ini sudah menjadi
budaya ritual yang digelar apabila suatu desa dilanda musibah. Dengan
tongkat panaluan para dukun menari untuk memohon petunjuk bagaimana mengatasi
masalah tersebut. Lain halnya Tortor yang ditarikan pada perayaan Horja. Tortor
semacam ini diadakan tanda kepada umum tentang pertukaran hadiah antarkeluarga.